Wednesday 25 November 2015

#Respect: Richard Burns (1971-2005) Britain's Forgotten Diamond

Sumber: Martin Spain
Hari ini, Kamis 25 November 2015 menandakan 10 tahun wafatnya Richard Burns setelah 2 tahun perjuangan melawan penyakit yang dia derita, dan juga 14 tahun sejak dia meraih gelar World Rally Championship pertama & satu-satunya.
Sumber: gzlpw.com
Kini, 10 tahun kemudian adalah waktu yang tepat untuk mengenang seorang pembalap asal Inggris yang brilian, seorang legenda yang terlupakan...

Born & Rising

 Richard Alexander Burns lahir di Reading, sebuah kota di Inggris Tenggara pada tanggal 17 Januari 1971. 8 tahun kemudian ayahnya, Alex memberikan kesempatan pertama kepada Little Burnsie untuk mengemudikan mobil untuk pertama kalinya: Triumph 2000 Mk. 1 dengan mesin 2 liter, 90 tenaga kuda.

Bisa dibayangkan bocah berusia 8 tahun mampu membawa mobil yang tergolong terlalu besar untuknya. Bayangkan dengan anak seusianya yang hidup sekarang, mobil apa yang ayahnya berikan?
Triumph 2000 Mk1. Sumber: momentcar.com
Sumber: classicandsportscar.ltd.uk

Burnsie pun berlatih mengemudi di sekitaran rumah keluarganya yang tergolong luas, dan Alex pun sadar akan potensi yang dipunyai oleh anaknya. Jadi di tahun 1982 dia memutuskan untuk membawanya ke sebuah klub yang bernama The Under 17 Car Club, sebuah komunitas dimana anak-anak yang belum berusia genap 17 tahun boleh mengemudi mobil (tentunya dengan pengawasan ketat dari para staf).

Berdasarkan dari wikipedia.com, Ada 7 tingkat atau grade yang dibuat untuk membantu seorang anggota untuk berkembang menjadi pengemudi mobil yang baik (Urutan dari bawah ke atas):
  • Ungraded: Status sebagai anggota baru
  • Grade 5: Lulus tes keterampilan mengemudi
  • Grade 4: Menguasai keterampilan bermanuver
  • Grade 3: Mampu mengemudi mobil secara halus dan aman, plus pengendalian mobil yang mantap
  • Grade 2: Mampu mengemudikan mobil di jalan bebas hambatan di dalam aturan yang berlaku
  • Grade 1: Mempunyai semua kemampuan dalam mengemudi ataupun perawatan mobil
  • Grade X: Secara umum dianggap sebagai pengemudi yang komplit
Richard Burns yang masih muda & polos. Sumber: Paul Johnson @Facebook
Burnsie sendiri berhasil merangkak naik ke Grade 1 dan mendapatkan penghargaan 'Driver of the Year' di tahun 1984. Kini sudah saatnya dia melakukan lebih dari ini.

 Rallying starts NOW
Ford Escort Mk.3. Sumber: turbosport.co.uk
 Di tahun 1986, Alex membawa anaknya ke Jan Churchill's Welsh Forest Rally School, sebuah sekolah balap dimana legenda F1 Alm. Ayrton Senna juga sempat belajar balap reli.

Burnsie kemudian mendapatkan kesempatan untuk mengemudi mobil Ford Escort Mk.3 di pinggir kota Newtown, sebuah kota kecil di Wales. Tak lama setelah Burnsie menyudahi pengalaman pertamanya di mobil reli, dia kemudia berkata kepada ayahnya:

"Daddy, saya ingin menjadi pembalap reli."
Alex Burns. Sumber: b5ownersclub.co.uk
 Awalnya Alex menolak, tapi Burnsie muda membujuk, membujuk, dan membujuk sang ayahanda untuk mengizinkannya. Pada akhirnya, Alex mengizinkan anaknya untuk menjadi pembalap reli, dan kemudian mendaftarkan Burnsie ke Crave Motor Club. Talenta yang dipunyainya kemudian menarik perhatian seorang jurnalis, David Williams.
Talbot Sunbeam. Sumber: flickr.com

Setelah 2 tahun belajar & bersabar, akhirnya Richard Burns mencatatkan reli pertamanya di Newtown Stages, sebuah reli lokal yang digelar di dekat Welsh Forest Rally School dengan Talbot Sunbeam yang dimilikinya dan kemudian, bersama dengan seorang teman, memodifikasinya sehingga layak dipakai untuk balap reli. 

Faktanya, itu merupakan satu-satunya mobil reli yang dia miliki sendiri sepanjang hidupnya. 
Peugeot 205 GTI. Sumber: flickr.com

Di tahun 1990, David Williams membelikan 1 unit Peugeot 205 GTI untuk Burnsie, dan kemudian mendaftarkannya ke ajang Peugeot Challenge. Bicara soal nama 205, pasti pikiran kita langsung tertuju ke mobil versi Group B yang ganas.
Sumber: wikipedia.org
Yep. Peugeot 205 T16.

 Burnsie kemudian sukses memenangi ajang tersebut, dan sebagai hadiah pemenang, Burnsie mengikuti reli WRC pertamanya di RAC Rally (Sekarang Wales Rally GB) dengan Peugeot 309 GTI. Burnsie sukses menyelesaikan reli di podium ketiga untuk kelas N3, dan posisi ke-28 overall.
Robert Reid. Sumber: photobucket.com
Tahun depannya, Burnsie bertemu untuk pertama kali dengan seorang navigator asal Skotlandia berusia 25 tahun: Robert Reid.  Burns dan Reid kemudian berkolaborasi dengan mengikuti beberapa reli, termasuk salah satunya adalah RAC Rally. Tetap mengandalkan 309 GTI, Burnsie sukses memenangi kategori A7 dan finish ke-16 overall.

First Love with Subaru

Pada tahun 1992 David Williams memutuskan untuk membawa Burnsie ke level yang lebih tinggi, dengan mendukungnya secara finansial beserta membawanya ke Prodrive, yang dikenal dengan partisipasinya di WRC bersama Subaru World Rally Team. Burnsie kemudian membalap di kejuaraan nasional Britania Raya (British Rally Championship) dengan Subaru Legacy RS, dan berhasil menjadi juara di kategori Group N se-Inggris. 

Di saat yang bersamaan dia juga bertugas sebagai gravel note crew untuk Alm. Colin McRae dengan navigator Derek Ringer. Tidak ada yang menyadari bahwa mereka berdua akan menjadi rival di masa depan.
Burnsie '93 dengan Subaru Legacy RS. Sumber: automobilsport.com
 Burnsie tetap bertahan di Prodrive di tahun 1993, tapi kali ini dia resmi menjadi pembalap tim pabrikan Subaru. Itu berarti dia akan mendapatkan full support dari Subaru dengan mengendarai Legacy RS spek Group A. Rekan setimnya di kejuaraan Britania Raya adalah adik Colin McRae, Alister.

Dia bersama Robert Reid kemudian sukses menjadi juara British Rally Championship dengan catatan yang cukup mencengangkan: memenangi 4 dari 5 reli yang digelar sepanjang tahun 1993. Gelar tersebut juga mencatatkannya di buku sejarah sebagai juara termuda, dan rekor tersebut masih bertahan hingga sekarang. Sebagai hadiah, Burnsie kemudian berlomba di RAC Rally dengan Lagacy RS Gr. A, dan sukses membukukan poin pertamanya di WRC dengan finish ketujuh overall.

Tahun 1994 adalah tahun pertamanya melakoni lebih dari 1 seri di WRC dan juga di kejuaraan reli Asia-Pasifik (APRC). Di WRC sendiri dia diplot sebagai pembalap ketiga, menemani McRae dan Carlos Sainz.
Safari '94. Sumber: Motor Sport World - Kenya @Facebook
Reli WRC pertamanya di luar Britania Raya adalah di Safari Rally di Kenya, yang dikenal keras & kejam. Burnsie, yang mengemudi Impreza WRX Group N berhasil melewati semua itu, dan finish kedua di kelas Production WRC dan kelima overall.

2 bulan kemudian Burnsie melakukan debutnya di APRC, di Rally Indonesia 1994 yang digelar di Medan dengan Impreza 555 Gr. A. Reli pertamanya di Asia tersebut harus berakhir lebih cepat karena kecelakaan.
Burnsie di RAC '94. Sumber: Stuart Davis @Facebook
Tapi dia mampu bangkit dan berhasil meraih 3 podium dari 5 reli dan finish ketiga di akhir musim, di bawah Kenneth Eriksson dan Alm. Peter 'Possum' Bourne.
Burnsie, Colin McRae & Carlos Sainz. Sumber: pinterest.com
Tahun 1995, dan Burnsie memutuskan untuk membagi rata agendanya, dengan 3 reli WRC + 3 reli APRC + 1 reli kejuaraan Eropa (ERC) + Safari Rally, yang waktu itu tidak masuk di kalender WRC. McRae & Sainz masih menjadi rekan setimnya.

 Burnsie mampu tampil lebih konsisten dan mulai menyamai pace yang dimiliki kedua seniornya, dan mengakhiri musim dengan podium pertamanya di RAC Rally, posisi ketiga dibawah Sainz & McRae, yang waktu itu sukses menjadi juara dunia. Burnsie sendiri finish kesembilan di klasemen akhir dengan 16 poin.
Burnsie's first WRC podium. Sumber: jaggybunnet.co.uk

Tapi Burnsie juga sadar bahwa jika dia tetap bertahan di Subaru, maka dia akan selalu dibayang-bayangi oleh kesuksesan McRae dan potensinya tidak akan pernah 100% keluar karena team order. Jadi buat dia, it's time to move on....

Next Stop: MITSUBISHI

 University of Mitsubishi
Sumber: BBC

 Burnsie, bersama Reid kemudian pindah ke Mitsubishi sebagai pembalap prioritas di kejuaraan APRC musim 1996, meskipun mereka tetap berlaga di 4 dari 9 reli WRC sebagai rekan setim pembalap asal Finlandia, Tommi Makinen yang sedang on-fire.

Burnsie melakukan debutnya bersama Lancer Evo 4 di Rally Indonesia '96, yang kini menjadi bagian dari agenda WRC. Hanya saja, untuk kedua kalinya dia harus sial di pulau Sumatera setelah sistem elektrik di mobilnya rusak. Di seri APRC selanjutnya di Malaysia dia mampu finish kedua.
Selandia Baru '96. Sumber: forum.depaddock.net
2 minggu kemudian di Argentina, Burnsie mampu menunjukkan penampilan yang impresif meskipun dia sedang sakit, dan finish keempat. 2 minggu berikutnya dia meraih kemenangan pertama (dan satu-satunya) di APRC dengan menjuarai Rally Selandia Baru. Singkat cerita, Burnsie kemudian keluar sebagai runner-up di APRC, dengan defisit 7 poin dari Kenneth Erikson, dan ke-9 di WRC.

Sementara itu rekan setimnya, Makinen berhasil meraih gelar juara dunia pertamanya.

Meskipun tahun 1997 adalah tahun dimana regulasi World Rally Car diperkenalkan (kamu bisa mengetahui tentang regulasi tersebut DISINI), Mitsubishi memutuskan untuk tetap menggunakan 3 mobil berspesifikasi Group A: Lancer Evo 4 untuk Makkinen & Burnsie, dan Evo 3 untuk pembalap asal Jerman, Uwe Nittel. Hanya saja, karena faktor pemasaran mobil #2 milik Burnsie dinamakan Mitsubishi Carisma GT.
Portugal '97. Sumber: forum-diecast.pt

Burnsie sukses naik podium kedua di Safari Rally dengan mobil tersebut, dan kemudian 5 kali berturut-turut meraih posisi keempat dari 8 reli WRC yang dia ikuti. Dia mengakhiri musim 1997 di posisi ketujuh dengan 21 poin.

Di tahun inilah perseteruannya dengan Colin McRae mulai membara. Pertarungan pertama antara mereka berdua terjadi di seri terakhir di Rally GB, dimana Burnsie sempat merebut posisi pertama dari McRae.

Kemudian mereka berdua sama-sama mengakhiri hari kedua di posisi pertama. Seorang reporter bertanya kepada mereka berdua "Jadi siapa yang akan menang?". Burnsie menjelaskan panjang lebar soal kondisi jalanan, mobil dll. Dan ketika McRae mendapatkan giliran untuk menjawab, dia hanya mengatakan "Aye, simple. Saya yang akan menang."

Burnsie mulai terbawa emosi dan kita bisa menebak apa yang dia katakan dalam pikirannya: "That bastard..! Kenapa saya tidak mengatakan itu??". Keesokan harinya Burnsie mengalami pecah ban dan memuluskan jalan McRae untuk meraih kemenangan, meskipun Makinen berhasil merebut gelar keduanya dengan finish keenam.
Kemenangan pertama Burnsie & Reid di Safari '98. Sumber: Mitsubishi
Performanya yang impresif membuat Mitsubishi memutuskan untuk memberikannya 1 musim penuh di WRC 1998. Burnsie pun mengawali tugasnya dengan baik: finish kelima di Rallye Monte Carlo pertamanya, dan di seri ketiga di Safari Burnsie akhirnya meraih kemenangan pertamanya di WRC, mengalahkan nama-nama beken seperti Juha Kankkunen & Ari Vatanen. 
Burnsie & Reid dengan Peall Trophy. Sumber: BBC
 Burnsie kemudian mengakhiri tahun 1998, dan kerjasamanya dengan Mitsubishi dengan memenangi RAC Rally, yang sudah bernama Network Q Rally GB. Di saat yang sama rekan setimnya, Makinen sukses merebut gelar juara dunia ketiganya.

Kesuksesan demi kesuksesan sudah mulai datang kepadanya, hanya saja keberadaan Makinen bisa menghambatnya untuk semakin bersinar. Dan ketika Colin McRae hijrah ke Ford, it's time to back....

Kursinya di Mitsubishi kemudian diisi oleh pembalap Belgia Freddy Loix bersama navigator Sven Smeets.

  Back to Subaru

Burnsie kembali ke Subaru, dan kali ini dia diplot sebagai team leader. Burnsie bertandem dengan juara dunia 4 kali Juha Kankkunen, yang pindah dari Ford.
Kiri ke kanan: Reid & Burnsie, Juha Repo & Juha Kankkunen. Sumber: juwra.com
Awal musim 1999 tidak berjalan seperti yang dia harapkan, dengan hanya 2 poin dari 3 reli pertama, berbanding dengan 12 poin dari jumlah reli yang sama di awal tahun sebelumnya.

Podium pertamanya baru diraih di seri ketujuh di Argentina, itupun berbau kontroversi dimana Kankkunen menghiraukan team order dan meraih kemenangan. Baru di seri selanjutnya di Akropolis (Yunani) Burnsie akhirnya mampu meraih kemenangan pertamanya dengan Subaru.

Di saat yang bersamaan Subaru meluncurkan Impreza WRC99 yang dibubuhi teknologi baru: girboks semi-otomatis paddle shift dengan sistem drive-by-wire.
Paddle shift di Impreza WRC99. Sumber: flickr.com
Awalnya teknologi tersebut problematik (termasuk transmisi rusak di Rallye San Remo Italia, yang memupuskan harapan burns meraih gelar juara), tapi segera tim-tim lainnya mulai mengadopsi teknologi tersebut dan masih dipakai sampai saat ini.

Burnsie kemudian fight back untuk meraih spot runner-up dengan menyapu bersih 2 seri tersisa di Australia dan Rally GB. Defisit antara Burnsie dengan juara dunia Makinen adalah 7 poin.

Tahun 2000 berawal dengan baik untuk Burnsie & Reid. Meskipun mesin di Impreza-nya membeku di Monte Carlo, Burnsie meraih 3 kemenangan & 1 podium kedua dari 6 reli pertama, dan 2 di antaranya dengan mobil baru Impreza WRC 2000, yang diklaim 80% berbeda dari WRC 99 meskipun kelihatannya sama. Kemenangannya di Portugal juga membuatnya menjadi pembalap Inggris pertama yang memimpin klasemen WRC.
Impreza WRC2000. Sumber: autosport.pt
Tapi 3 reli selanjutnya (Akropolis Yunani, Selandia Baru & Finlandia) berjalan sangat buruk untuknya. Jika di Akropolis dan Selandia Baru Burnsie mengalami masalah di mobilnya, maka di Finlandia dia melakukan kesalahan fatal yang berujung kecelakaan.



Kecelakaan tersebut membuat Burnsie, yang sebelumnya memimpin klasemen menjadi tertinggal 16 poin dari pembalap Peugeot asal Finlandia Marcus Gronholm.

Gronholm kemudian keluar sebagai juara dunia, meskipun inilah musim pertamanya secara full. Hal tersebut membuat Burnsie mendapatkan tekanan dari para fans, khususnya yang membandingkannya dengan Colin McRae.
Burnsie, Markko Martin, Solberg & Toshi Arai. Sumber: Martin Dumbill @Facebook
Tahun 2001, dan status Burnsie sebagai team leader menjadi jelas dengan hengkangnya Kankkunen, dan digantikan oleh pembalap muda Norwegia Petter Solberg, dan pembalap muda lainnya asal Estonia Markko Martin bergabung sebagai pembalap ketiga. Ditambah dengan kehadiran Impreza WRC2001 yang kini berbasis 4 pintu.
Impreza WRC2001. Sumber: racedepartment.com
Tapi tekanan yang diterima Burnsie tahun sebelumnya sempat mempengaruhinya, dan inilah yang membuatnya mengawali musim dengan buruk, dengan hanya mengoleksi 3 poin dari 4 reli. Meskipun 2 kali finish di posisi kedua di Argentina & Siprus, dia juga 2 kali gagal finish di Akropolis & Safari.

Karena inilah Burnsie kemudian menyetujui kontrak yang disodorkan Peugeot untuk musim 2002.

Ini dia tabel top 4 di pertengahan musim 2001, yang melibatkan Burnsie, Tommi Makinen, dan duo Ford Colin McRae & Carlos Sainz. McRae meraih 3 kemenangan berturut-turut di Argentina, Siprus dan Akropolis sementara itu Tommi Makinen 2 kali menang di Monte Carlo & Portugal.

No.
Pembalap & Navigator
Poin
1.
Tommi Makinen & Risto Mannisenmaki (Finlandia)
30
2.
Colin McRae (Skotlandia) & Nicky Grist (Wales)
30
3.
Carlos Sainz & Luis Moya (Spanyol)
26
4.
Richard Burns (Inggris) & Robert Reid (Skotlandia)
15

Titik balik peruntungan Burnsie untuk perebutan gelar baru dimulai di Rally Finlandia. Meskipun dia hanya finish kedua di belakang Gronholm, Burnsie mampu berada di depan para saingannya (Makinen out, McRae ketiga, Sainz keenam).
Burnsie & Reid's last victory. Sumber: @prodrive
Sebulan kemudian, akhirnya Burnsie meraih kemenangan pertamanya di tahun 2001, ke-10 dan juga terakhirnya dengan memenangi Rally Selandia Baru setelah bertarung sepanjang 3 hari reli dengan McRae. Di 3 reli selanjutnya (Sanremo Italia, Tour de Corse Prancis & Australia) Burnsie mampu meraih total 9 poin, lebih banyak dari McRae, Makinen & Sainz.



Di saat yang bersamaan ketiga rivalnya tersebut mengalami masalah demi masalah. Pertama, navigator Makinen Risto Mannisenmaki cedera patah tulang punggung setelah kecelakaan di Tour de Corse. Kedua, kesalahan dengan sistem seeding untuk menentukan urutan start di Australia menghancurkan ambisi McRae untuk meraih kemenangan keempatnya. Ketiga, Sainz masih belum juga naik podium tertinggi.

Tiba saatnya Network Q Rally GB tanggal 22-25 November 2001. Ini dia tabel klasemen top 4 sebelum Rally GB:

No.
Pembalap & Navigator
Poin
1.
Colin McRae (Skotlandia) & Nicky Grist (Wales)
42
2.
Tommi Makinen & Risto Mannisenmaki (Finlandia)
41
3.
Richard Burns (Inggris) & Robert Reid (Skotlandia)
40
4.
Carlos Sainz & Luis Moya (Spanyol)
33
Sumber: flickr
 Memang, secara matematis ada 4 pembalap yang berpeluang meraih gelar juara, tapi buat para fans, it's all about Burnsie VS McRae. Sebenarnya mereka berdua adalah sahabat, tapi media selalu 'berkata' lain tentang mereka (tahulah maksudku). Ya, hal itu memang nyata ketika mereka berkompetisi, tapi rivalitas di antara mereka berdua tidaklah seburuk Senna-Prost.

Burnsie mengawali reli dengan berada di posisi keempat setelah SS3, dan McRae memimpin. Sementara itu Sainz berada di luar 10 besar, dan impian Makinen meraih gelar kelimanya di reli terakhirnya untuk Mitsubishi harus kandas setelah suspensinya rusak di SS1.

Dan tiba di SS4 Rhondda 1...



 McRae mengalami kecelakaan hebat, yang menurutnya adalah sebuah 'kesalahan'. Kejadian tersebut membuat Burnsie nyaman berada di posisi ketiga dibelakang duo Peugeot, Gronholm & Harri Rovanpera. Sainz sendiri mengalami kecelakaan di SS11 yang mencederai 13 penonton semakin memuluskan perjalanan Burnsie menuju gelar pertamanya.



Dan akhirnya, Burnsie dan Robert Reid berhasil mendapatkan gelar tersebut. Tepat setelah melewati garis finish di SS terakhir Burnsie mengatakan kepada Reid 'You're The Best in the World...!'. Burnsie menjadi juara dunia pertama asal Inggris, dan kedua dari Britania Raya dengan marjin 2 poin dari McRae.

Tapi menjadi juara dunia bukan berarti semua urusan selesai.
Sumber: LAT
Itu karena Burnsie, yang telah setuju membalap untuk Peugeot di musim depannya dituntut secara hukum oleh Subaru. Itu karena ada klausul dalam kontraknya bersama Subaru yang tertulis "Richard Burns & Robert Reid akan tetap bertahan di dalam tim Subaru selama 1 tahun jika mereka sukses merebut gelar juara dunia WRC."

Setelah melewati proses hukum di Pengadilan Tinggi London, Subaru akhirnya harus menyerah, dan Burnsie pun meninggalkan tim tersebut. Posisinya diisi oleh Tommi Makinen, yang sekarang berpasangan dengan navigator muda Kaj Lindstrom.

Btw, ini dia foto-foto Burnsie ketika dia menerima trofi juara WRC di FIA Gala 2001. Tidak ada fotonya bersama Robert Reid, jadi sorry.
Dengan trofi WRC. Sumber: AFP
Burnsie bersama Michael Schumacher #ForzaMichael. Sumber: flickr
Burnsie's Fame, Success & Driving Approach

Meskipun baru meraih gelar pertamanya di tahun 2001, Burnsie sudah menikmati banyak kesuksesan dan reputasi jauh sebelum itu. Selama kariernya begitu banyak orang yang membanding-bandingkan Burnsie dan Colin McRae, dan memang mereka berdua berbeda. Mari kita lihat onboard video mereka berdua. Kita mulai dengan McRae.



& Burnsie.



Hal pertama yang membedakan McRae & Burnsie tentu saja, driving style. Kita semua tahu dengan quote yang keluar dari mulut McRae "If in doubt, flat out!", dan memang dia membalap seperti itu: flat out, pokoknya 10 poin atau tidak sama sekali..!

Sedangkan Burnsie lebih mengutamakan konsistensi dan tidak mengambil banyak resiko karena buatnya 6 poin (finish kedua) lebih baik daripada tidak sama sekali. Inilah yang membuatnya tidak mendapatkan fans sebanyak McRae, karena fans memang lebih suka yang spektakuler. Mirip-miriplah sama Valentino Rossi/Marc Marquez & Jorge Lorenzo.
Sumber: Grant Bann @Facebook
Hal kedua adalah detil. Jika kamu mendengarkan pacenote yang dibacakan Reid & Nicky Grist, sudah ketahuan perbedaannya. Pacenote yang dipakai oleh Reid untuk Burnsie sangat mendetil (28 instruksi untuk 1 tikungan dimana biasanya 6 instruksi saja) sehingga tidak banyak navigator yang bisa melakukan tugas beratseperti itu.
Sumber: cloudfront.net
Selain pacenote, dibandingkan dengan McRae yang mengutamakan performanya di atas lintasan & memaksa mobil, Burnsie lebih konservatif dan selalu ingin maksimal dalam hal apapun, bahkan dalam urusan diet.

Waktu itu Burnsie mendapatkan reputasi yang sama dengan Lorenzo saat ini di mata fans: angkuh, banyak alasan, dll. Tapi orang yang mengutamakan detil selalu akan dicap seperti itu, tidak peduli seberapa humble-nya mereka.

Bagaimanapun, Burnsie tetaplah Burnsie, dan kesuksesan demi kesuksesan yang dia terima membuat uang terasa begitu mudah masuk ke dalam rekeningnya.
Sumber: dailymail.co.uk
Nah, disinilah kita bisa menemukan perbedaan lainnya antara Burnsie & McRae. McRae lebih suka menghabiskan uangnya untuk hidup yang serba mapan, mulai dari helikopter (yang menewaskannya beserta anaknya, Johnny dan 2 temannya), rumah yang bisa mencapai belasan, mobil mewah, dll.

Sedangkan Burnsie, well dia sedikit lebih 'ndeso'. Dia juga punya beberapa barang mewah, tapi tidaklah sebanyak apa yang McRae punya. Dia 'hanya' mempunyai sebuah rumah di Stow-in-the-Wold di Inggris, apartemen di Andorra (karena pajak), mobil SUV Mercedes-Bens AMG, Impreza, Chevy Camaro. Itu saja. Burnsie lebih teratur soal keuangan.
Subaru Impreza RB5. Sumber: evo.co.uk
Ketika Burnsie kembali ke Subaru di tahun 1999, Subaru UK meluncurkan varian limited edition dari mobil sedan All Wheel Drive paling poluler: Impreza RB5, yang hanya berjumlah 444 unit. 
Red Bull & Nicorette. Sumber: famousface.us
Di tahun 2001 Burnsie disponsori oleh 2 perusahaan terkenal: Red Bull dan Alpinestars. Tahun depannya Burnsie juga menandatangi kontrak bersama produsen produk rehabilitasi rokok, Nicorette. Hanya saja kerjasama tersebut harus berakhir sebelum akhir tahun musim setelah Peugeot mengumumkan sponsorship dengan Marlboro.
Richard & Zoe. Sumber: richardburnsfoundation.com
Di tahun yang sama pula Burnsie bertemu dengan seorang production manager North One Sport (Pemegang lisensi WRC saat itu) yang bernama Zoe Keen (Sekarang Scott). Burnsie kemudian berpacaran dengan Zoe sampai hari terakhirnya.


Pasangan tersebut kemudian tinggal bersama di Andorra setelah Burnsie menjadi tax exile (Metode penghindaran pajak dengan tinggal di negara yang pajaknya tidak sesuai dengan standar internasional. Bukan hal yang tabu untuk orang yang berasal dari negara maju).
Sumber: Amazon
Selain itu, Burnsie juga meluncurkan 2 buku:  'Rallying's would be king' (2000, ditulis oleh David Williams dan Tommi Makinen menulis kata pengantar) dan 'Driving Ambition' (2002). Jika di buku pertama isinya adalah perjalanan karir Burnsie yang ditulis oleh mentornya sendiri, di buku yang kedua lebih fokus ke tips-tips untuk para calon pembalap masa depan.
Tapi karyanya yang paling populer jelas, Richard Burns Rally (RBR), yang dikembangkan bersama Warthog Games dan di-publish oleh SCi (Sekarang Square Enix Europe). Diluncurkan di tahun 2004 (waktu itu Burnsie sudah pensiun dari balap reli), Game ini langsung populer karena physics-nya yang paling realistis, dan bisa membuat siapapun yang memainkan game ini bisa 'menangis berdarah-darah'. Btw, saya berani bilang ini karena saya masih memainkannya sampai saat ini.

Meskipun sudah tidak lagi dikembangkan oleh Warthog, game ini masih mendapatkan tempat di dalam hati para motorsport gamers, dan mod yang dikembangkan oleh beberapa komunitas seperti RSRBR (rallyesim.fr).

Kamu bisa tahu lebih lanjut tentang game tersebut di artikel ini: #FlatOutNews Rally Edisi 15 SPESIAL: Gamezone Part 1 (Asal-Usul Game Rally)

Second Chance @Peugeot


Burnsie akhirnya resmi kembali menjadi pembalap Peugeot di musim 2002 bersama Marcus Gronholm, Harri Rovanpera (gravel) dan Gilles Panizzi (aspal). 

Meskipun status keempatnya sama rata, Burnsie kesulitan untuk menyamai performa yang dimiliki oleh ketiga rekannya, dan juga kesulitan beradaptasi dengan 206 WRC yang mempunyai wheelbase yang tergolong pendek, berbeda dari mobil-mobil yang dia kemudikan sebelumnya.
Tour de Corse 2002. Sumber: carenthusiasts.com
Sebenarnya Burnsie sempat dinyatakan sebagai pemenang Rally Argentina setelah Gronholm didiskualifikasi karena meminta bantuan secara ilegal, tapi beberapa jam kemudian giliran Burnsie yang kena 'bendera hitam' karena ilegalitas di flywheel mobilnya.



2 reli selanjutnya di Akropolis dan Safari juga tidak lebih baik dari Argentina. Bahkan di Rally Safari terakhir di WRC 206 milik Burnsie terjebak di pasir, hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat servis. Saking frustrasinya Burnsie bahkan sempat menangis.

Burnsie kemudian fight back dengan finish di podium kedua di Finlandia & Jerman, dimana dia harus menyerah kepada Sebastien Loeb setelah bertarung selama 3 hari.

Tapi kecelakaan di hari terakhir Selandia Baru memberikan tekanan baru kepadanya, karena itu berarti Marcus Gronholm resmi menjadi juara dunia WRC 2002.
Sumber: crash.net
Burnsie pun gagal finish di 2 reli terakhir di Australia & Argentina, dan harus puas berada di posisi kelima di klasemen dengan 34 poin, sementara itu Gronholm, yang berhasil merebut gelar keduanya dengan jumlah poin 2 kali lebih banyak dari Burnsie.
Kiri ke Kanan: Panizzi (jongkok), Rovanpera, Burnsie & Gronholm. Sumber:crash.net
Harapan Burnsie untuk meraih gelar keduanya di tahun 2003 sempat melambung tinggi karena sistem poin yang kini dibagikan ke 8 besar (10-8-6-5-4-3-2-1, sebelumnya untuk 6 besar berskema 10-6-4-3-2-1).


Dan hal tersebut memang terjadi. Meskipun 206 WRC sudah mulai uzur & inferior, Burnsie sempat memimpin klasemen sampai seri ke-11 di Sanremo Italia (Rally Italia terakhir yang digelar di jalanan aspal Sanremo sebelum berpindah ke jalanan gravel di kepulauan Sardinia) dengan 7 podium, lebih banyak dari Sainz, Loeb, Solberg & Martin, yang menjadi saingannya.
Sumber: @Slukafoto
 Btw, di tanggal 18 Agustus 2003 (seminggu setelah reli ke-9 di Finlandia, dimana Burnsie finish ketiga) dia memutuskan untuk kembali ke Subaru setelah menandatangi kontrak 2 tahun. Dia awalnya diplot sebagai pengganti Tommi Makinen yang pensiun di akhir musim.
Reli terakhir Burnsie @Spanyol 03. Sumber: flickr
Tapi di Sanremo Burnsie kelihatan out of the pace dan hanya finish ketujuh, dan kemudian kedelapan di Tour de Corse. Kecelakaan di reli terakhirnya di Catalunya, Spanyol membuat harapannya untuk merebut gelar semakin kabur. Tapi sejauh ini tidak ada kecurigaan apapun kepada Burnsie, meskipun dia langsung pulang ke hotel setelah kecelakaan tersebut....

...Dan 2 minggu kemudian Burnsie, yang masih punya kesempatan untuk merebut gelar, pingsan dalam perjalanannya bersama Markko Martin menuju ke Cardiff dimana Wales Rally GB digelar. Beruntung, Martin segera menghentikan Porsche 911 yang dikendarai oleh Burnsie, dan dia langsung dibawa ke rumah sakit. Awalnya setiap orang mengira Burnsie hanya kecapekan...

...But it all went wrong.

Richard VS Brain Tumor

Burnsie divonis mengalami astrocytoma, atau umumnya disebut tumor otak stadium 4. Hal ini membuat Subaru langsung mencari pembalap yang akan menggantikan Burnsie di WRC musim 2004, dan mereka mendapatkan pembalap muda asal Finlandia, Mikko Hirvonen.

Sainz & Loeb di FIA Gala 2003. Sumber: juwra.com
Ini juga membuat navigator setianya, Robert Reid memutuskan untuk tetap bersama Burnsie, dengan mengambil 2-3 hari per minggu bersamanya dan tidak lagi menjadi navigator pembalap lain. Burnsie sendiri kemudian melewati berbagai proses terapi & kemoterapi sebelum kemudian keluar dari rumah sakit di musim panas tahun 2004.


Kondisi Burnsie sempat membaik setelah itu, tapi kesehatannya kemudian merosos dalam waktu 6 bulan.Jadi keluarganya memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan tumor di bulan April 2005. Meskipun operasi tersebut sukses meringankan rasa sakit yang dialami Burnsie, pertarungan belum usai...
Burnsie & Reid 2005. Sumber: autotitre.com
4 bulan kemudian acara ekshibisi yang bernama Rally Day digelar untuk kelima kalinya di Sirkuit Castle Combe di Wiltshire, Inggris. Burnsie secara mengejutkan hadir dalam acara tersebut. Mobil-mobil yang berperan dalam kariernya juga turut hadir, dikendarai oleh McRae Bersaudara (Colin & Alister), Mark Higgins & Martin Rowe.

Burnsie kemudian mengikuti parade dengan Reid sebagai pengemudi, dan dia pun mendapatkan standing appaluse dari para penonton.

Tapi di pertengahan November Burnsie jatuh koma, dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Wellington di London. The Final Battle is ON...

Lost the Battle, but Won many Lives & Hearts

...And Sadly, they lost...

Setelah perjuangan selama 2 tahun, Richard Alexander Burns meninggal dunia di London pada tanggal 25 November 2005, tepat 4 tahun setelah dia menjadi juara dunia. Keluarganya tidak meminta bunga sebagai tanda berbelasungkawa, melainkan donasi untuk disumbangkan ke Cancer Research UK.

Beberapa orang yang terlibat di dunia balap reli pun turut berdukacita atas kehilangan salah satu 'permata' terbaik yang mereka punya.


Colin McRae: "Richard merupakan teman dan di saat yang bersamaan juga merupakan rival sengit. Kami bertarung beberapa kali, khususnya di 2001 Rally GB dimana dia meraih gelar. Saya bertemu dengan Richard di beberapa kesempatan dalam 2 tahun terakhir dan pertarungan terbesar yang dia lakukan adalah melawan penyakitnya. Richard mempunyai karakter yang hebat, dan dia akan sangat dirindukan sebagai kompetitor dan teman.

Dave Richards, bos tim Subaru: "Anda tidak bisa menjadi juara dunia kalau anda bukanlah seorang pembalap yang benar-benar hebat. Mudah untuk menganggapnya sebagai bintang di Inggris, tapi anda juga harus ingat bahwa dia memenangi banyak reli di dunia ini. Dia adalah juara dunia pertama asal Inggris dan dia meraihnya dengan mantap, dan dia sangat professional. Dia dan Colin [McRae] merupakan sahabat karib tapi keduanya sangat berbeda dengan sisi flamboyan dalam diri Colin dan sisi determinasi dan professional dalam diri Richard."

 Petter Solberg: "Kita semua telah mendapatkan sebuah pesan bahwa Richard tidak lagi bersama-sama dengan kita, dan kami merasa sedih. Rasanya tidak adil ketika seseorang meninggal di usia yang sangat muda. Richard Burns adalah kompetitor yang hebat dan 'berbahaya', karena dia adalah pembalap yang sangat bagus, dan setelah kami berada dalam tim yang sama, dia juga adalah teman baikku."

George Best. Sumber: aol.co.uk
Sayangnya, berita tentang kematiannya tidak diketahui oleh banyak orang karena legenda sepakbola George Best meninggal dunia di hari yang sama. Banyak fans yang menyayangkan hal ini karena menurut mereka Best tidak pantas mendapatkan porsi berita lebih banyak dari Burns, dan juga karena Best menyiakan hati hasil pemberian dari orang lain (Best sempat menjalani operasi transplantasi liver).



Alhasil, acara otomotif terbaik di dunia, Top Gear memberikan tribut untuk Burns. Salah satu pembawa Jeremy Clarkson, yang juga teman baik Burns mengatakan 'I will miss him, badly'. Burns sendiri sempat tampil di Top Gear 2 kali.
 
Sumber: BBC

 Meskipun prosesi pemakaman Burns berlangsung secara privat, keluarganya mengadakan memorial service secara terbuka yang digelar di St Luke's Church di Chelsea, London pada hari kamis, 22 Desember 2005. Peugeot 205 GTI dan Subaru Impreza WRC2001 yang dipakai Burns di Rally GB 2001 diparkir di depan gereja tersebut.

Jeremy Clarkson. Sumber: BBC
Presenter BBC Steve Ryder membacakan beberapa kata yang diambil dari buku autobiografi Burns, 'Driving Ambition', sementara Jeremy Clarkson membacakan sebuah puisi karya Rudyard Kliping yang berjudul 'If', dan kemudian mengatakan ini: "Kebanyakan orang, ketika mereka menjadi juara dunia, mempunyai sedikit arogansi dalam dirinya. Tapi dia [Burns] tidak mempunyainya."

Presenter WRC Jon Desborough melabeli Burns sebagai seorang yang 'perfeksionis' dan 'sangat perhatian kepada detil. "Richard punya 28 deskripsi [pacenote] untuk satu tikungan."

Tapi kata-kata terindah yang diucapkan di acara tersebut keluar dari mulut fotografer Colin McMaster, yang pernah tinggal sekamar dengan Burns.

"Richard mempunyai 3 ambisi - Memenangi WRC, berbagi kesuksesan bersama keluarga dan teman, dan mencari cinta sejati. Dia berhasil meraih ketiga-tiganya."

Memorial service tersebut ditutup dengan puisi 'Death is Nothing at All' karya Henry Scott Holland. Puisi tersebut dibaca oleh adiknya, Joanna.



Setahun kemudian, di acara Goodwood Festival of Speed 2006, keluarga Burns termasuk mantan tunangannya Zoe resmi meluncurkan sebuah yayasan yang bernama Richard Burns Foundation (RBF), yang memusatkan perhatiannya kepada orang-orang yang mengalami penyakit-penyakit yang menyerang kepala seperti yang pernah dialami Burns, atau secara umum, orang-orang yang mengalami cedera serius.

Yayasan tersebut juga menggalang dana untuk Michael Park, navigator Markko Martin yang tewas setelah kecelakaan di Wales Rally GB 2005, 2 bulan sebelum Burns meninggal.

Sebulan kemudian, di Rallyday 2006 lebih dari 50 mobil Subaru Impreza RB5 menginvasi Sirkuit Castle Combe, dimana salah satunya (Impreza RB5 No.001) dikemudikan oleh sang ayah, Alex.


Subaru dan Prodrive kemudian merilis Impreza RB320 untuk pasar Britania Raya. Diluncurkan sebagai limited edition dari Impreza WRX STi, mobil ini dilengkapi dengan mesin yang sudah di-tweak oleh Prodrive, menghasilkan 320 tenaga kuda. Selain itu Prodrive juga mengembangkan sistem suspensi buatan Bilstein dan juga sport spring. Sesuai namanya, hanya 320 unit yang diproduksi. 

Semua hasil penjualan mobil yang hanya dipasarkan dengan warna Obsidian Black tersebut kemudian disumbangkan ke RBF. Seperti biasanya, mobil berkode '001' menjadi milik ALex Burns.

Di tahun 2007 sebuah music band asal Skotlandia Travis meluncurkan album kelimanya yang bernama 'The Boy with no Name', yang didedikasikan untuk Burns. Lagunya bagus-bagus, jadi album ini highly recomended untuk kamu semua. Silahkan cari di YouTube atau beli albumnya.

Final Words

 Saya sebagai penulis blog ini hanya ingin mengucapkan "Thank You" kepada Burnsie atas segalanya yang dia berikan selama dia hidup: gaya mengemudinya, etos kerjanya, game yang membuatku stress, dan yang paling penting, keberaniannya melawan penyakit yang mengerogotinya.



Thank you Richard. You'll and still always rallying on our hearts.

No comments:

Post a Comment